Megati Waterpark, Cikarang

To Whom It May Concern,

Semoga kritik dan saran yang akan saya utarakan dapat menjadi perhatian pemilik dan pengurus Megati Waterpark, Cikarang. Saya juga mencoba menghubungi Bapak/ Ibu lewat website http://www.megatiwaterpark.com/kontak.php dan http://megatiwaterpark.com/kontak.php . Semoga kedua webiste tersebut asli yang dicek secara reguler walaupun saya kurang yakin karena update terakhir dilakukan tahun 2016.

Jadi begini, minggu lalu (Sabtu, 14 April, 2018) saya bersama suami dan anak ke Megati untuk berenang. Hari itu adalah kali pertama kami ke sana. Harga tiket adalah Rp. 50.000 per orang. Harga tiket tersebut belum termasuk sewa loker dan sewa ban. Dengan harga tiket yang menurut saya tidak murah (namun juga tidak terlalu mahal) untuk kawasan Sukatani, Cikarang Utara, kami memiliki ekspektasi cukup tinggi terhadap fasilitas dan pelayanan yang ditawarkan.

Namun ternyata ekspektasi kami pupus pada satu poin utama yaitu: KEBERSIHAN (baca: KOTOR). Kami kecewa pada kualitas kebersihan yang rendah di Megati. Rasanya tidak berbanding lurus dengan harga tiket yang sudah kami bayar. Jujur, setelah punya anak saya menjadi lebih concern terhadap kebersihan, apalagi di tempat umum. Sebisa mungkin saya pergi menikmati fasilitas umum yang nyaman dan bersih untuk anak saya. Sayangnya kami sudah terlanjur bayar tiket di loket Megati sehingga mau tidak mau kami harus masuk.

Biar saya deskripsikan kata kotor itu ke dalam beberapa poin:

  1. Gazebo atau saung yang kami tempati itu banyak sampah sisa makanan dan bungkus plastik kemasan makanan juga berceceran.
  2. Ada bungkus permen di dalam kolam renang busa. Sepertinya karena tertutup busa maka tidak terlihat oleh petugas kebersihan.
  3. Kolam renangnya juga kotor seperti banyak pasir pasir dan tanah di dasarnya. Saya bisa melihat dengan jelas karena kami menghabiskan waktu kami di kolam anak-anak yang dangkal sehingga terlihat jelas jika kolam itu kotor atau bersih.
  4. Yang paling parah menurut kami adalah KAMAR MANDI (tempat bilas,tempat ganti baju). Tempat bilas dan ganti baju tidak dipisah sehingga semuanya basah dan lembab dan GELAP! Lantainya kotor. Lampunya mati sehingga sangat gelap. Tidak ada tempat untuk meletakkan alat mandi atau baju bersih atau baju kotor, atau bahkan untuk sekedar menggantungkan handuk. Lebih parah lagi, menurut suami saya, di kamar mandi laki-laki ada banyak coretan di tembok.
  5. Fyi, kamar mandi laki-laki ditempatkan di lantai dua, di atas kamar mandi perempuan. Menurut saya pribadi penempatan ini sangat tidak tepat. Kamar mandi kolam renang di lantai dua sangat bisa menyebabkan kecelakaan, seperti tergelincir dan sangat mungkin berakibat fatal. Kami tidak habis fikir apa alasan managemen Megati menempatkan kamar mandi laki-laki di lantai 2

Poin tambahan ini tidak ada kaitannya dengan kebersihan tapi menurut kami tidak kalah penting. Ini tentang PARKING SERVICE yang kurang memuaskan. Ketika masuk, mesin karcis parkir otomatis tidak bekerja, sehingga kami masuk tanpa karcis parkir. Saat pulang, di pintu keluar parkir motor kami diminta membayar Rp. 4.000 sebagai biaya parkir. Lalu saat saya meminta bukti bayar, petugas mengatakan kalau mesih print nya rusak.

Ini bukan soal nominal Rp. 4.000 yang kami bayar. Jika dibanding harga tiket renang Rp. 50.000 tentu saya Rp. 4.000 ini tidak ada apa-apanya. Namun saya merasa ini penting untuk dibahas karena menurut saya ini soal pelayanan optimal terhadap pelanggan. Sejujurnya saya tipe orang yang cukup concern pada nota/bon/bukti bayar parkir dimanapun saya pergi (mal, restoran, rumah sakit, taman hiburan, tol, tempat umum). Saya akan selalu meminta bukti bayar parkir kepada petugas sebagai bukti bahwa saya telah membayar. Itu adalah hak saya sebagai pelanggan untuk mendapatkan bukti bayar. Bahkan di swalayan jika petugas tidak memberikan kita struk pembayaran, seluruh belanjaannya kita akan digratiskan. Itu baru namanya pelayanan prima. Lain cerita jika parkir ilegal, tentu saya tidak akan meminta bukti bayar pada petugas parkir ilegal di pinggir jalan atau di depan swalayan karena tidak ada karcis parkir di awal dan mereka tidak memakai seragam. Saya membayar mereka sebagai tanda terima kasih karena telah menjaga kendaraan saya.

Demikian keluhan yang dapat saya utarakan terkait kebersihan di Megati Waterpark. Semoga pihak terkait membaca blog ini dan dapat segera memperbaiki diri.

Thesis ohh Thesis

Thesis ohh Thesis…

Topik satu ini sungguh membuat kepala pusing, perut mual, badan sakit dan mata minus.

Mungkin hal yang saya sebut di atas tidak akan terjadi jika saja saya hanya fokus pada tesis saja. Ini menjadi masalah ketika ada beberapa hal lain yang dilakukan di waktu yang bersamaan dengan tesis. Seperti: mengajar, bekerja di kantor dan mempersiapkah pernikahan. Semuanya membutuhkan perhatian yang tidak sedikit dan semuanya harus selesai di waktu yang hampir bersamaan.

Maksud hati di awal adalah menyelesaikan satu per satu tapi ternyata seiring berjalan waktu semua justru berjalan beriringan. Di satu sisi, situasi seperti ini memberikan tantangan tersendiri. Saya merasa tertantang dan merasa cukup mandiri untuk dapat menjalankan semuanya dengan baik. Di sisi lain ini menjadi buah si mala kama.

Begini rencana saya di awal: pagi sampai sore hari saya bekerja di kantor seperti biasa, lalu saya mengajar di malam hari (itupun tidak setiap hari) sehingga di sela-sela waktu saya berkerja dan mengajar saya bisa menulis tesis dan mempersiapkan segala keperluan pernikahan.

Ternyata yang direncakan tidak semudah itu dilakukan. Tidak semudah membalikkan telapak tangan. Sejujurnya saya bukan seorang multitasker, sama sekali bukan. Saya tipe orang yang hanya bisa fokus pada satu hal dalam satu waktu. Ketika saya mengerjakan banyak hal dalam satu waktu bisa dipastikan salah satu atau bahkan semuanya akan berantakan.

Menurut saya, menulis tesis itu butuh konsentrasi penuh dalam kesunyian. Ketika saya memaksa menulis di sela-sela jam kerja atau di rumah pada malam hari, yang terjadi justru saya hanya mampu berkonsentrasi tidak lebih dari satu jam. Sisanya bisa dipastikan saya hanya menatap layar laptop dengan pandangan kosong dan pikiran yang melayang ke sana kemari.

Ketika saya menulis blog inipun seharusnya saya sedang mengerjakan tesis. Kebuntuan membuat saya beralih membuka halaman lain. Dan sekarang saya teringat untuk kembali ke thesis saya.

Sebelum saya semakin khilaf, cukup sekian dan terimakasih.

Only God knows

Everything runs well as usual until He changes it all.

Everything feels okay as usual until He turns it off suddenly.

Everything seems clear as usual until He makes the line blurred.

Everything is planned as we wish for until He hesitates me.

 

No matter how perfect I want to be, only God knows what the best is.

When He says it’s not the right time, then it won’t happen.

Imah Seniman – Lembang

ImageMaksud hati mau foto sambil liat view yang keren itu tapi kok jadinya kaya penampakan ya? haha..

Imah Seniman yang ada di Lembang Bandung ini adalah salah satu tempat yang recommended untuk lo yang pengen sejenak melepas penat dari hiruk pikuk ibukota. Ada banyak tempat sejenis sih di daerah Lembang, tapi pilihan gue jatuh pada Imah Seniman. I’m gonna tell you my whole story being here.

Pertama, putusin hari, tanggal dan bulan baik untuk jalan-jalan. Gue adalah tipe orang yang suka jalan-jalan tapi gak suka keramaian, jadi gue pilih weekend yang biasa aja, artinya weekend itu gak nempel dengan harpitnas atau hari libur apapun. Gak enak bro liburan rame-rame ama banyak orang asing yang gak dikenal, gak berasa privat gitu (menurut gue sih).

Kedua, booking tempatnya dulu dong pastinya. Sebagai orang yang gak mau rugi, gw cari promo di internet untuk bisa nginep di sini. Gak banyak sih discountnya, cuma 20% tapi lumayanlah untuk ngurangin budget. Sayangnya gue kurang teliti waktu itu, ternyata tiket promo itu gak termasuk voucher sarapan, bayar lagi deh 😦

Ketiga, jangan lupa soal transportasi. Kalo lo naik kendaraan pribadi seperti mobil atau motor, skip aja. Kalo gue jadi anak backpacker sejati. Naik bis dan angkot sambil mendaki gunung lewati lembah. Nahh.. kalo lo seperti gue, gue kasih tahu nih naik apa aja. Gue berangkat dari pinggir tol Jatibening, Bekasi naik bis Primajasa dan turun di Terminal Leuwi Panjang, Bandung, abis itu lanjut naik bis Damri yang ke arah terminal Ledeng, dari situ silahkan naik angkot warna kuning (kalo gak salah) dan turun di pertigaan Betrix (keren abis kan nama pertigaannya, haha). Nahhh.. belom nyampe deh, lo masih harus naik angkot lagi tapi deket kok, jadi kalo lebih milih jalan ya silahkan aja. Sampe deh, Imah Seniman ada di kanan jalan. Keliatannya ribet, tapi kalo udah dijalanin engga kok, biasa aja.

ImagePas sampe di sana, semuanya langsung beda. Bedaaaa banget sama Jakarta, rasanya tenanggg banget. Imah Seniman in menjual suasana banget. Taglinenya aja “makan di hutan, nginap di danau”.

Tadinya gue booking kamar di pinggir danau persis tapi ternyata udah penuh, jadinya gue dapet kamar di belakang danau, masih keliatan dikit sih danaunya dari jendela kamar. Kamarnya enak, fasilitas cottage gitu, emang sih gak semewah hotel tapi tetep nyaman kok. Fasilitasnya juga lumayan, ada tempat mancing, dayung sampan, kolam renang, spa, outbound, horse riding, bilyard, mini fitness center, dan jogging track. Pokoknya kalo udah sampe sini puas-puasin deh menghirup oksigen sebanyak-banyaknya.

ImageImageImageImageImageImageImageImageImageImage

ImageImage

Image

ImageImage

Quote

Ian McEwan…

 

A story was a form of telepathy.

By means of inking symbols onto a page, she was able to send thoughts and feelings from her mind to her reader’s.

It was a magical process, so commonplace that no one stopped to wonder at it.

– Ian McEwan –